Sejarah Perkembangan Ekonomi Syariah
Perkembangan institusi keuangan Islam di negara-negara Timur Tengah dan beberapa negara muslim lainnya dapat kita lihat dalam 2 (dua) tabel berikut, yaitu: 1) Structure of Internasional Islamic Financial Institution, dan 2) Internasional Islamic Financial Institution. Secara sederhana tahapan- tahapan evolusi perkembangan industri keuangan syariah di dunia dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Dekade tahun 1970an: institutions (commercial syariah banks), products (commercial banking products),area (Gulf/ME).
2) Dekade tahun 1980an: institutions (commercial islamic banks, takaful – Islamic insurance, syariah investment co’s), products (commercial banking products, takaful – Islamic insurance, project financial & syndications), area(Gulf/ME, Asia Pasific).
3) Dekade tahun 1990an: institutions (commercial syariah banks, syariah investment banks, takaful insurance, syariah investment co’s, & asset management co’s), product (commercial banking products, takaful products, project finance & syndications, equity, ijarah, & mutual fund), area (Gulf/ME, Asia Pacific, Europe & Americas).
4) Dekade tahun 2000an: institutions: (commercial syariah banks, takaful–islamic insurance, syariah investment co’s, syariah investment banks, asset management co’s, e-commerce, brokers, & dealers, products: (commercial banking products, takaful product, project finance & syndications, equity, ijarah, mutual Funds, capital market instruments, liquidity management tools, area: Gulf/ME, asia pacific, global offshore market
Selain perbankan yang telah dijelaskan di atas tadi, dewasa ini perkembangan perbankan syariah di tingkat dunia semakin menggembirakan. Praktik operasional bank-bank syariah sudah dirasakan oleh tidak hanya kalangan Muslim, tetapi juga kalangan non Muslim. Bahkan, konsepsi bank non bunga pernah diadopsi oleh Bank Sentral Jepang (2002). Sistem bunga bank yang menjerat itu, tampaknya juga membuat Pemerintah Jepang kedodoran. Pada Oktober 2002, Bank of Japan mengeluarkan kebijakan bunga perbankan nol persen. Alasan kebijakan tersebut adalah untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan persaudaraan masyarakat. Sebuah paradoks ekonomi modern yang selama ini menganggap praktik nir bunga sebagai primitif.
Bank syariah juga telah mampu membuktikan bahwa layanan mereka tidak hanya terfokus kepada kaum Muslim saja. Di Malaysia, Bank Islam Malaysia Berhad, memiliki nasabah keturunan India (Hindu) dan China (Budha dan Kong Hu Cu) yang lebih banyak daripada nasabah Muslim.
Di Inggris layanan perbankan syariah terbesar dilakukan oleh HSBC, dan bukannya bank dari Timur Tengah. Lebih ekstrim lagi, sebuah bank Islam di Luxemburg hanya Dewan Pengawas Syariah-nya saja yang Muslim. Selebihnya, dari direksi sampai office boy adalah penganut Kristen.
Beberapa negara non muslim terakhir ini justru sangat serius dalam mengembangkan bahkan menfasilitasi instrumen lembaga keuangan syariah. Sikap responsif inilah yang menjadikan dana yang semula banyak parkir di Timur Tengah, kemudian mengalir ke negara–negara non muslim tadi. Hal ini pula yang membedakan dengan Indonesia yang nota bene negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sangat lamban kalau boleh dikatakan sudah terlambat dalam mengantisipasi masuknya dana Timur Tengah ke Indonesia. Beberapa negara yang dimaksud seperti Inggris, Singapura, RRC, Jerman, terakhir Hongkong dan India, selain Amerika yang semula cukup besar dana Timur Tengah disana, akan tetapi berkurang secara drastis setelah peristiwa “11 September” yang lalu (bersambung).
PENDAHULUAN
Tiga puluh tahun silam Bank syariah sama sekali belum dikenal.Kini system perbankan islam telah beroperasi di lebih dari 55 negara yang pasarnya sedang bangkit dan berkembang.Bahkan beberapa lembaga keuangan islam telah beroperasi di 13 negara yang penduduknya kebanyakan merupakan orang – orang non muslim,yaitu di
Australia,Bahama,Kanada,KepulauanCayman,Denmark,Guernsey,Jersey,Irlandia,Luxemburg,Swiss,Inggris,Amerika serikat, dan Kepulauan Virginia.Bahkan di Pakistan,Iran,dan Sudan semua Bank diwajibkan beroperasi sesuai dengan prinsip keuangan Islam.Sementara di beberapa Negara lain yang menerapkan system keuangan campuran,Bank Islam beroperasi berdampingan dengan Bank konvensional meski dengan skala yang sangat terbatas.Kendati telah tersebar luas,Perbankan Islam masih kurang dipahami di beberapa bagian Negara barat,bahkan masih menjadi teka – teki di sejumlah Negara yang penduduknya mayoritas adalah umat muslim.
Pada makalah ini pemakalah ingin mengurai beberapa hal mengenai Bank Syariah,seperti:
a.Sejarah lahir dan berkembangnya Bank syariah di dunia
b.Pengertian,dasar hukum,dan tujuan berdiri
c.Perkembangan dan pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia
d.Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional
e.Peraturan hukum terkait dengan Bank syariah
f.Perbedaan IDB,Bank Syariah,dan BPRS
g.Dampak perkembangan Bank Syariah bagi perkembangan bisnis Syariah lain
h.Prospek,kendala,dan Strategi pengembangan Bank Syariah
A.Sejarah Lahir dan Berkembangnya Bank Syariah di Dunia
Pelaksanaan fungsi-fungsi perbankan sebenarnya telah ada dan menjadi tradisi sejak zaman Rosulullah seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, dan bahkan melaksanakan fungsi pengiriman uang. Namun, pada saat itu tentu saja fungsi-fungsi perbankan tersebut dilakukan masih secara sederhana dan perorangan sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga belum terlembagakan secara sistematis. Sebenarnya Islam juga telah memiliki aturan yang cukup komprehensif mengenai hukum-hukum dalam suatu perekonomian, hal itu bisa digali lebih lanjut dalam Al-Quran, Hadits, maupun buku-buku karya para ulama. Bahkan, beberapa istilah perbankan modern ada yang berakar kata dari ilmu fiqh. Misalnya, istilah kredit (Inggris: credit berarti kepercayaan; Romawi: credo yang berarti kepercayaan, dan Arab: qard berarti meminjamkan uang berdasarkan kepercayaan). Selain itu, istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque, Arab: saq/suquq yang berarti pasar) – istilah cek terkenal sebagai alat pembayaran yang bisa digunakan di pasar-pasar.
Perkembangan Bank Syariah Di Dunia, 1940 – 1980
Tahun Keterangan
1940 Rintisan Bank Syariah di Malaysia, untuk mengelola dana jamaah haji secara non- konvensional
konvensional.
1963 Berdirinya Mit Ghamr Rural Bank, di Mesir, oleh Dr. Ahmad Najar
1967 Mit Ghamr ditutup karena alasan politis dan diambil alih oleh National Bank of Egypt
1969 Muncul gagasan kolektif pembentukan Bank Syariah pada Konferensi Negara-negara Islam se-dunia di Malaysia
1970 Delegasi Mesir mengajukan proposal pendirian Bank Syariah pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara OKI di Karachi.
1972 Usulan/proposal Delegasi Mesir diagendakan kembali dan memutuskan membentuk komisikhusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.
Mar-72 Usulan/proposal Delegasi Mesir diagendakan kembali dan memutuskan membentuk komisikhusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.
Jul-73 Para ahli yang mewakili Negara Islam penghasil minyak membicarakan Pendirian Bank Syariah dan terumuskanlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Mei-74 Pembahasan AD/ ART yang telah dirumuskan
1974 Berdiri Islamic Development Bank dengan modal awal 2 miliar Dinar atau sama dengan 2 miliar SDR (Special Drawing Rights) IMF
Awal 1980an Bermunculan Lembaga Keuangan Syariah di Mesir, Sudan, negara-negara di wilayah Teluk Malaysia, Pakistan, Inggris, Denmark, Bahmas, Swiss dan Luxembourg.
B.Pengertian,dasar hukum,dan tujuan berdiri
Bank syariah, atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat (hukum) Islam. Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.
Terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank syariah, yaitu: (1) keadilan, kesamaan dan solidaritas; (2) larangan terhadap objek dan makhluk; (3) pengakuan kekayaan intelektual; (4) harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way); (5) tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban; (6) kondisi umum dari kredit (meliputi; pertama, peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan, dan kedua, terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya transaksi – bukan biaya dari pembiayaan; dan (7) dualiti risiko, di satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit (liability) usaha produktif yang merupakan legitimasi dari bagi hasil, di lain sisi risiko sebaiknya diambil secara hati-hati, risiko yang tak terkontrol sebaiknya dihindari.
Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI), membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
C.Perkembangan dan pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia
Perkembangan bank-bank syariah di dunia dan di Indonesia tetap mengalami kendala karena bank syariah hadir di tengah-tengah perkembangan dan praktik-praktik perbankan konvensional yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Kendala yang dihadapi oleh perbankan (lembaga keuangan) syariah tidak terlepas dari belum tersedianya sumber daya manusia secara memadai dan peraturan perundang-undangan. Meskipun, telah banyak kajian yang mencoba untuk mempermudah penjelasan tentang pelaksanaan operasional perbankan syariah. Hal ini mengingat bahwa di masing-masing negara, terutama yang masyarakatnya mayoritas muslim, tidak mempunyai infrastruktur pendukung dalam operasional perbankan syariah secara merata. Konskuensi perkembangan di masing-masing negara tersebut tentunya akan berdampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan perbankan syariah di dunia. Apalagi pada saat ini produk-produk keuangan semakin cepat perkembangannya.
Tahun Keterangan
1970an Muncul gagasan pendirian Bank Syariah.
1988 Muncul lagi gagasan Bank Syariah karena pemerintah mengeluarkan Paket KebijakanOktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Namun, gagasan tersebut deadlock karena tidak ada perangkat hukum yang dapat menjadi rujukan.
19-22 Agustus 1990 Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor.
22-25 Agustus1990 Pembahasan hasil lokakarya pada Munas IV MUI di Jakarta dan terbentuklah Kelompok Kerja Pembentukan Bank Syariah.
1 November1991 Penandatanganan Akte Pendirian Bank Muamalah Indonesia dan terkumpulah komitmen pembelian saham sebanyak 84 miliar
3 November 1991 Silaturrahim dengan presiden di Istana Bogor dan terpenuhilah komitmen modal disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000.
1 Mei 1992 Operasional awal Bank Muamalat Indonesia (BMI).
1992 Pengakomodasian perbankan dengan prinsip bagi hasil pada Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
1992 Pengenalan dual banking system.
30 Oktober
1992 Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil.
29 Februari 1993 PP tersebut dijabarkan secara terperinci dengan keluarnya Surat Edaran BI No. 25/4/BPPP
1994 BMI men-sponsori berdirinya Asuransi Syariah, Syarikat Takaful Indonesia dan menjadi salah satu pemegang sahamnya.
1997 BMI men-sponsori lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah yang diikuti operasionalnya dengan dikelola oleh PT. Danareksa Investment Management.
1998 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, merubah Undang-undang No. 7 Tahun 1992 yang mengakomodasi perkembangan perbankan secara lebih luas.
1999 Kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.
2000 Keluarnya regulasi operasional dan kelembagaan.
2001 Pendirian Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia
2003 Perubahan Biro Perbankan Syariah menjadi Direktorat Perbankan Syariah BI.
D.Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Ada lima faktor yang memicu perkembangan perbankan syariah di Indonesia, sekaligus menjadi pembeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, yaitu: (1) market yang dianggap luas ternyata belum digarap secara maksimal (apalagi, bank syariah tidak hanya dikhususkan untuk orang muslim karena di sejumlah bank terdapat nasabah nonmuslim), (2) sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter), (3) return yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank syariah lebih besar daripada bunga deposito bank konvesional (ditambah lagi belakangan ini, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terus mengalami penurunan, sehingga suku bunga bank juga menurun), (4) bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah), dan (5) prinsiplaba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah).
Ada tiga prinsip dalam operasional bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang harus dijaga oleh para bankir, yaitu: (1) prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah, (2) prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang, dan (3) prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).
E.Peraturan hukum terkait dengan Bank syariah
Pada tahun 1998 eksistensi Bank Islam lebih dikukuhkan dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut, sebagaimana ditetapkan dalam angka 3 jo. angka 13 Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, penyebutan terhadap entitas perbankan Islam secara tegas diberikan dengan istilah Bank Syari’ah atau Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah. Pada tanggal 12 Mei 1999, Direksi Bank Indonesia mengeluarkan tiga buah Surat Keputusan sebagai pengaturan lebih lanjut Bank Syariah sebagaimana telah dikukuhkan melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yakni :
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum, khususnya Bab XI mengenai Perubahan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Kantor Cabang Syariah;
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah ; dan
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
F.Perbedaan IDB,Bank Syariah,dan BPRS
Perbedaan Bank Syariah,IDB,dan BPRS dapat dilihat dari berbagai segi.Salah satunya adalah kita dapat melihat dari segi tujuan,Bank syariah,seperti Bank pada umumnya,Bank Syariah bertujuan dan berfungsi untuk memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,sedangkan IDB didirikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Negara – Negara anggotanya serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat muslim sesuai prinsip – prinsip syariah,sedangkan BPRS sendiri mempunyai peranan tidak seperti Bank pada umumnya yang berfungsi sebagai lalu lintas pembayaran,BPRS berfungsi untuk penyediaan modal untuk usaha yang sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
G.Dampak perkembangan Bank Syariah bagi perkembangan bisnis Syariah lain
Semakin pesatnya perkembangan Bank syariah pada masa kini,akan menyebabkan makin berkembangnya bisnis – bisnis usaha yang berbasis syariah lainnya.Semakin banyak outlet – outlet Bank Syariah berarti semakin banyak bisnis – bisnis Syariah lainnya yang akan dibuka.Hal ini disebabkan Bank Syariah adalah sebuah sarana untuk berkembangnya usaha – usaha lain yang berbasis Syariah.Selain itu,dengan terbukti cukup kuatnya Bank Syariah dalam menghadapi krisis global,makin menstimulus berkembangnya bisnis – bisnis Syariah lainnya.
H.Prospek,kendala,dan Strategi pengembangan Bank Syariah
Tidak bisa dibantah, bahwa perbankan syari’ah mempunyai potensi dan prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan di Indonesia . Prospek yang baik ini setidaknya ditandai oleh empat hal ;
Pertama, Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan pasar potensial bagi pengembangan bank syari’ah di Indonseia. Sampai saat ini, pangsa pasar yang besar itu belum tergarap secara signifikan. Data terakhir menunjukkan bahwa market share perbankan syari’ah di Indonesia masih sangat kecil, yaitu 1,65 %, belum mencapai 2 %, (lihat tabel). Ini menunjukkan bahwamarket share bank syari’ah masih sangat besar
Kedua, Perkembangan lembaga pendidikan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah semakin pesat, baik S1, S2, S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan akan lahir sarjana-sarjana ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan wawasan ekonomi syariah yang komprehensif, tidak seperti sekarang, banyak yang masih menolak ekonomi syariah karena belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekonomi syariah.
Ketiga Bahwa fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syari’ah. Pasca fatwa MUI tersebut, terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional ke bank syari’ah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya. Menurut data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan pasca fatwa MUI, dana pihak ketiga yang masuk ke perbankan syari’ah hampir Rp 1 trilyun. Fatwa ini semakin mendapat dukungan dari para sarjana ekonomi Islam.
Keempat, Harapan kita kepada sikap pemerintah cukup besar untuk berpihak pada kebenaran, keadilan dan kemakmuran rakyat. Political will pemerintah untuk mendukung pengembangan perbakan syari’ah di Indonesia tinggal menunggu waktu, lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank syariah. Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung membesarkan bank-bank syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan benar-benar mendukung bank yang menguntungkan negara dan menyelamatkan negara dari kehancuran. Bank Indonesia yang selama ini terkesan hanya mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan bank syariah akan berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih besar. Memang banyak peran Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan bank syariah, khususnya dalam regulasi. Namun kegiatan sosialisasi dan pencerdasan bangsa masih relatif kecil dilaksanakan dan didukung Bank Indonesia.
Kelimat, Masuknya lembaga-lembaga keuangan internasional ke dalam jasa usaha perbankan syari’ah di Indonesia sesungguhnya merupakan indikator bahwa usaha perbankan syari’ah di Indonesia memang prospektif dan dipercaya oleh para investor luar negeri. Potensi dana Timur Tengah sangat besar. Dana-dana yang selama ini ditempatkan di Amerika dan Eropa, pasca 11 September WTC, mulai ditarik oleh investor Arab untuk ditempatkan di Asia. Ketika harga minyak 32 dollar US perparel, Timur Tengah telah menjadi negara petro dollar, apalagi ketika harganya meningkat menjadi 70 dolar perbarel, tentu dana itu semakin besar. Bila potensi ini berhasil ditarik oleh bank-bank syariah, maka market sharebank-bank syariah akan semakin besar. Konon potensi dana Timur Tengah saat ini mencapai 600-700 miliar dolar US.
Selain prospek cerah yang telah dijabarkan di atas,tentunya Bank syariah juga mendapatkan kendala – kendala dalam perkembangannya, Pertama, Tingkat pemahaman dan pengetahuan umat tentang bank syariah masih sangat rendah. Masih banyak yang belum mengerti dan salah faham tentang bank syariah dan menggangapnya sama saja dengan bank konvensional, Bahkan sebagian ustaz yang tidak memiliki ilmu yang memadai tentang ekonomi Islam (ilmu ekonomi makro;moneter dan teknis perbankan) masih berpandangan miring tentang bank syariah, karena kurang informasi keilmuan tentang bank syariah. Kedua, Belum ada gerakan bersama dalam skala besar untuk mempromosikan bank syariah. Ketiga, Terbatasnya pakar dan SDM ekonomi syari’ah. Keempat, Peran pemerintah masih kecil dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi syariah. Kelima, Peran ulama, ustaz dan dai’ masih relatif kecil. Ulama yang berjuang keras mendakwahlan ekonomi syariah selama ini terbatas pada DSN dan kalangan akademisi yang telah tercerahkan. Bahkan masih banyak anggota DSN yang belum menjadikan tema khutbah dan pengajian tentang bank dan ekonomi syariah. Keenam, para akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk perguruan Tinggi Islam belum optimal. Ketujuh, peran ormas Islam juga belum optimal membantu dan mendukung gerakan bank syariah. Terbukti mereka masih banyak yang berhubungan dengan bank konvensional. Kedelapan, Bank Indonesia sangat tidak seriusmengembangkan bank syariah. Meski telah ada direktorat bank syari’ah dan berbagai kebijakan (regulasi) yang mendukung lewat PBI, namun dari sisi alokasi dana untuk edukasi, sosialisasi dan promosi masih sangat minim. Sehingga dana promosi sebuah bank swasta, jauh lebih besar dari biaya promosi total/seluruh bank syariah yang jumlahnya lebih dari 21 bank syariah tersebut.
Tetapi untuk menyikapi kendala – kendala yang ada,ada 10 strategi pengembangan perbankan syariah,yaitu:
1.Peningkatan pelayanan dan profesionalisme
2.Inovasi Produk
3. Sumber Daya Insani
4. Perluasan Jaringan Kantor
5. Peraturan yang mendukung
6. Syari’ah Compliance
7. Edukasi yang kontiniu.
8 .Sinergi
9. Bagi Hasil yang kompetitif
10.Reorientasi ke Sektor Riil
Daftar Pustaka
Boesono, Bagus Hudiono, 2007, “Antara Idealisme Usaha dan Nilai-nilai Rohani”, 17 Februari dalamhttp://batampos.co.id.
Donna, Duddy Roesmara, 2006, Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia, FE UGM: Yogyakarta. Tesis.
Schaik, D., 2001, “Islamic Banking”, The Arab Bank Review, 3 (1): hal. 45-52. Sudarsono, H., 2004, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Penerbit Ekonisia: Yogyakarta.
Tim BEINEWS, 2004, “Apa Itu Bank Syariah”, BEI NEWS Edisi 18 Tahun V, Januari-Februari
Tak Berkategori
Merumuskan Strategi Untuk Pengembangan Perbankan Syariah di Pasar Non Muslim
Sejarah Perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia
Perkembangan bank syariah di Indonesia di awali tujuh belas tahun yang lalu, yaitu pada 1 Mei 1992 yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia dengan modal di setor sebesar Rp. 106.126.382.000 (Bank Muamalat, 1993). Sebagai pioner pertama bank yang menggunakan sistem bagi hasil, Bank Muamlat Indonesia tetap bertahan hingga saat ini. Bahkan ketika badai krisis ekonomi tahun 1997, Bank Muamalat menunjukkan eksistensinya sebagai bank yang menerapkan sistem bagi hasil dengan membuktikan bahwa sistem bagi hasil lebih unggul daripada sistem bunga bank konvensional.
Seiring berjalannya waktu respon masyarakat terhadap keberadaan bank syariah semakin positif. Hal ini direspon baik, oleh dunia perbankan dengan mendirikan bank umum syariah ataupun unit usaha syariah. Bank Indonesia merasa perlu membuat regulasi terkait dengan menggeliatnya industri bank syariah. UU BI, No 10/1998 (dual banking system) dan UU BI, No 23/1999 (Pengawasan Bank Syariah) merupakan dua produk regulasi dari Bank Indonesia yang mendukung pengembangan Bank Syariah di Indonesia. Regulasi yang dikeluarkan BI memang dimanfaatkan betul oleh industri perbankan syariah. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah bank syariah, maupun unit usaha syariah dan BPR syariah.
Namun yang perlu diketahui lebih dalam dari prinsip dan karakteristik bank syariah bukanlah sebatas mengenai riba. Tetapi harus lebih jauh dari itu, karena dengan mengetahui lebih dalam mengenai bank syariah maka dapat di kenal keunggulan bank syariah dibandingkan bank konvensional. Ali Mutasowifin menemukan paling tidak ada 3 prinsip utama bank syariah, yaitu :
• Prinsip Keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara Bank dengan Nasabah.
• Prinsip Kesederajatan
Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank.
• Prinsip Ketentraman
Produk-produk Bank Syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah Muamalah Islam, antara lain tidak adanya unsur riba serta penerapan zakat harta. Dengan demikian, nasabah akan merasakan ketentraman lahir maupun batin.
Riba Menurut Ajaran Agama Lain
Riba merupakan sebuah duri besar yang menancap pada diri manusia di seluruh dunia. Riba bagaikan sebuah penyakit yang telah akut, sehingga manusia merasa kesulitan untuk melepaskan diri darinya sehingga manusia selalu menuai permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh riba (baca : bunga).
Mengenai haramnya riba, ternyata tidak hanya diatur dalam Islam, tetapi juga diatur dalam bebagai ajaran agama yang ada di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa riba merupakan musuh endemik yang kasat mata yang harus selalu diperangi umat manusia. Karena bahaya riba bagaikan efek bola salju, yang terus-menerus akan mengikis sisi kemanusiaan.
Beberapa kitab agama lain (terlepas dari kepercayaan terhadap Tuhan), tercantum secara jelas tentang larangan riba, seperti misalnya :
1. Hindhu dan Budha
Catatan awal tentang riba termaktub pada naskah India Kuno yang diturunkan dari teks Vedic India Kuno (2000-1400 SM), dimana pemungut riba (kusidin) disebut berulang kali dan diinterpretasikan sebagai pemberian pinjaman dengan bunga. Hal ini juga ditemukan pada teks Sutra (700-100 SM), serta Jatakas dalam Budha (600-400 SM). Pada masa inilah perasaan jijik pada riba diekspresikan (Mutasowifin, 2003).
2. Yahudi
Riba dalam agama Yahudi dikenal dengan nasekh. Hal ini banyak tercantum dalam kitab Old Testament (Perjanjian Lama), yang menyatakan pemungutan bunga sebagai hal yang dilarang dan hina (Visser, 1998). Dalam Keluaran 22:25 disebutkan, “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya.” Larangan tersebut juga tercantum dalam Imamat 25: 35-37, dan Deuteronomy 23:19.
3. Kristen
Di kalangan tokoh Kristen, banyak yang menegcam praktek riba, diantaranya Calvin dan Luther. Dalam Kristen larangan riba tidak disebutkan secara jelas dalam kitab Perjanjian Baru. Banyak yang meyakini Lukas 6: 34-35 sebgai ayat yang mengecam pemungutan riba. Ayat tersebut menyatakan, “Dan, jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orangorang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”
Preferensi Nasabah Dalam Memilih Bank
Selama ini, bidikan pasar bank syariah adalah nasabah yang loyal terhadap syariah atau nasabah yang dasar ke-Islaman yang kuat. Padahal, dari sisi pasar, bank syariah memiliki 2 segment pasar, yaitu loyalis syariah, dan non-loyalis syariah. Yang disebut terakhir biasa disebut dengan pasar mengambang (floating market) atau pasar yang tidak fanatik dengan bank berlabel syariah atau konvensional. Floating market ini senantiasa berpindah-pindah dari bank syariah ataupun konvensional, tergantung mana yang paling menguntungkan.
Pada tahun 2000, Bank Indonesia melakukan penelitian mengenai “Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa”. Tujuan penelitian itu adalah, pertama, utnuk mengetahui pemetaan (mapping) potensi pengembangan bank syariah yang di dasarkan pada analisis potensi ekonomi dan pola atau preferensi dari pelaku ekonomi terhadap produk dan jasa bank syariah. Kedua, mempelajari karakteristik dan perilaku dari kelompok masyarakat pengguna calon pengguna jasa perbankan syariah sebagai dasar penetapan strategi sosialisasi dan pemasaran bagi bank-bank syariah. Jumlah responden sebesar 4.025 responden, dan + 2 % adalah responden non muslim.
Ada tujuh point pokok penting yang merupakan hasil penelitian itu. Pada poin kedua, mengenai kesan umum yang ditangkap oleh masyarakat tentang bank syariah, adalah (1), bank sayariah identik dengan bank dengan sistem bagi hasil, (2) bank syariah adalah bank yang Islami. Namun yang paling mengejutkan adalah bahwa survey yang dilakukan di Jawa Barat, 8,1% responden menyatakan bahwa bank syariah secara eksklusif hanya untuk umat Islam. Lalu pada poin tiga dikatakan bahwa sistem bagi hasil dapat diterima secara universal (94%). Dan di poin lima, hasil survey menyatakan bahwa faktor-faktor yang memotivasi masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah ternyata adalah bukan faktor agama (halal haram), namun faktor yang dominan adalah mengenai kualitas pelayanan dan kedekatan lokasi bank dari pusat kegiatan. Dalam hal ini, hasil survey itu menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan mengenai preferensi dalam memilih bank antara responden muslim dan non muslim. Hal ini secara langsung juga membenarkan konsep mengenai pasar perbankan syariah bukan berasal dari kalangan fanatik syariah, tetapi juga kalangan yang tidak fanatik terhadap syariah (terutama kalangan non muslim).
Upaya Pengembangan Bank Syariah di Pasar Non Muslim
Bagi bank syariah, keberadaan pasar non muslim merupakan potensi yang besar untuk dijadikan lahan garapan. Hal ini disebabkan, non muslim merupakan bagian terbesar dari masyarakat negeri ini. Selain itu, menurut survey BI (yang mencantumkan sebagian responden dari kalangan non muslim) menyatakan bahwa faktor yang menentukan dalam pemilihan bank adalah lokasi dan pelayanan, bukan faktor agama.
Dari pernyataan diatas sudah seharusnya bank syariah merespon potensi pasar yang dimaksud. Dalam hal ini diperlukan strategi dan keputusan-keputusan strategis untuk mengembangkan bank syariah di kalangan non muslim.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh bank syariah dalam penetrasi pasar non muslim adalah, bank syariah harus selalu meningkatkan kinerjanya dengan strategi continues developing (perbaikan berkelanjutan) dalam masalah efisiensi (economic of scale). Ini berarti bank syariah harus senantiasa bersaing dengan bank konvensional dalam masalah efisiensi. Variabel yang bisa digunakan dalam mengukur kinerja bank syariah dibanding bank konvensional adalah yang berkaitan dengan profit (laba), Financing deposit to ratio (FDR), ROA, ROE, dan Non Performing Financing (NPF), dan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Penelitian BI yang menyatakan banwa preferensi dalam memilih bank lebih banyak dipengaruhi oleh kualitas pelayanan dan lokasi bank syariah, bisa dijadikan rujukan bagi bank syariah untuk melakukan ekspansi pasar melalui pembukaan cabang-cabang baru ataupun melakukan kerjasama dengan bank konvensional lain untuk membuka office chanelling yang sekarang sedang digalakkan (economic of scope). Dengan ekspansi pasar melalui dua cara tersebut diyakini, bank syariah mampu menggaet floating market yang termasuk di dalamnya non muslim.
Kesimpulan
Dalam tempo yang relatif singkat, bank syariah telah mampu menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga intermediasi berbasis syariah dengan sistem bagi hasil dan juga mampu bersaing dengan bank konvensional. Hal ini semakin membuat pasar dalam industri perbankan semakin memperhitungkan untuk beralih ke bank syariah yang lebih menguntungkan dan lebih kuat fondasi sistemnya terhadap dinamika perekonomian negara Indonesia.
Dengan pertumbuhan yang relatif cepat di industri perbankan syariah, maka sudah saatnya bank syariah memperhitungkan untuk menguasai floating market yang terdiri dari kalangan yang tidak fanatik syariah dan non muslim. Karena hal itu dirasa menguntungkan bagi bank syariah, terutama dalam rangka meningkatkan FDR melalui DPK. Hal itu dapat dicapai manakala bank syariah dapat meningkatkan efisiensinya melalui economic of scale dan economic of scope. Diharapkan dengan kedua strategi tersebut bank syariah mampu meningkatkan kontribusi aset dan market share terhadap industri perbankan di Indonesia. Dan terutama, bank syariah bisa lebh berperan secara filosofis yaitu untuk menghapus ekonomi ribawi
Tambahan sumber : siroychery.blogspot.com